Psikologi "Fitria Zha"


Rabu, 28 Desember 2011

ILMPI SUMATERA

Foto Bersama Peserta Muswil 5-7 Mei 2011

Delegasi Putri dari USU-UIN Suska-UNAND-UIR


Sarapan Bareng ^__^ 



ILMPI PROVINSI RIAU

 STRUKTUR KEPENGURUSAN ILMPI PROVINSI RIAU

  • Koordinator Provinsi: Riki Afrianto (UIR)
  • Sekretaris Provinsi: Dedy Iswanto (UIN)
  • Bendahara Provinsi: Yurnalis (UNIVRAB)
  • BANINFO Provinsi:
  1. UIR: Fajar Oktapandi 
  2. UIN: Fuad Hadi Saputra 
  3. UNIVRAB: Retno 
  • BPO Provinsi: Azra Perdana (UIN)
  • BPPM Provinsi: Putri Utami (UIN)
  • BPPK Provinsi: Miardi (UIN)
  • Anggota  :
  1. Anggota BEM Psikologi UIR
  2. Anggota BEM Psikologi UIN Suska
  3. Anggota BEM Psikologi UnivRAB

Minggu, 03 Juli 2011

ANALISI FILM “EAT PRAY LOVE”

A.      SINOPSIS FILM
Memasuki usia tiga puluh tahun Gibert telah mendapatkan semua yang diinginkan oleh seorang wanita Amerika modern. Selain seorang suami dan sebuah rumah, Gilbert yang ambisius dan terpelajar juga punya karier yang cemerlang.
Namun, bukannya bahagia, dia justru menjadi panik, sedih, dan bimbang menghadapi kehidupan. Gilbert merasakan pedihnya perceraian, depresi, kegagalan cinta dan kehilangan pegangan dalam hidupnya.
Untuk memulihkan dirinya, Gilbert pun mengambil langkah yang cukup ekstrem. Dia meninggalkan pekerjaan dan orang-orang yang dikasihinya untuk melakukan petualangan seorang diri berkeliling dunia.
Bagi seorang perempuan yang berpenampilan menarik, perjalanan solo ini jelas petualangan seru. Makan, doa, dan cinta adalah catatan kejadian di bulan-bulan pencarian jati dirinya itu.
Dalam petualangannya itu, Gilbert menetapkan tujuan ke tiga tempat berbeda. Di setiap negara, ia meneliti aspek kehidupan dengan latar budayanya masing-masing.
Italia menjadi tempat tujuan pertamanya. Di negeri nan elok ini, Gilbert mempelajari seni menikmati hidup dan bahasa Italia. Tak lupa, ia juga mengumbar nafsu makannya dengan menyantap aneka masakan Italia yang enak-enak. Wajar saja jika kemudian bobot tubuhnya pun bertambah 12 kilogram.
Dari Italia, Gilbert bertolak menuju India. Di negeri ini dia mempelajari seni devosi atau penyerahan diri di sebuah Ashram atau padepokan Hindu. Ia menghabiskan waktu empat bulan untuk mengeksplorasi sisi spiritualnya.
Akhirnya, Bali menjadi tujuan terakhirnya. Di Pulau Dewata inilah wanita matang ini menemukan tujuan hidupnya, yakni kehidupan yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan ketenangan batin. Ia menjadi murid seorang dukun tua bernama Ketut Liyer yang juga seorang pelukis dan peramal lewat bacaan garis tangan. Gilbert juga bersahabat dengan Nyoman, penjual jamu tradisional Bali. Dan yang terpenting, di Bali, Gilbert yang sudah apatis dan merasa tak akan pernah lagi bisa berhubungan romantis dengan lelaki manapun, akhirnya malah menemukan kembali cinta sejati pada diri Felipe, pria separuh baya asal Brasil yang jauh lebih tua darinya.


B.      TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIK H. ERIKSON
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Erikson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.

Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
·          Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan
·          Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
·          Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.
·          Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.

Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
·          Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun
·          Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
·          Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
·          Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
·          Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
·          Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
·          Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
·          Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
·          Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
·          Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.

Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
·          Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.
·          Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.
·          Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
·          Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.
·          Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
·          Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
·          Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
·          Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.

Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
·          Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun
·          Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
·          Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
·          Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.
·          Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
·          Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
·          Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
·          Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.

Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
·          Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
·          Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
·          Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
·          Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
·          Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
·          Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.

Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
·          Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
·          Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
·          Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
·          Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.

Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
·          Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
·          Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
·          Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
·          Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
·          Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.
·          Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
·           
C.      ANALISIS FILM
Dalam film Eat Pray Love Gilbert mengalami krisis identitas dalam usianya yang  memasuki 30 tahun. Gilbert, meskipun sudah memiliki segalanya, mulai dari suami, rumah, dan karier yang cemerlang namun  bukannya bahagia, dia justru menjadi panik, sedih, dan bimbang menghadapi kehidupan sampai ia bercerai dengan suaminya. Gilbert merasakan pedihnya perceraian, depresi, kegagalan cinta dan kehilangan pegangan dalam hidupnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam teori perkembangan psikososial Erikson bahwa usia 20-30 adalah tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang. Gilbert merupakan salah satu dari orang yang mengalami kegagalan dalam tahapan ini. Gilbert mengalami krisis dengan identitas personalnya yang membuat dia merasa sedih dan tidak bahagia. Oleh karena itu, Gilbert pergi melakukan perjalanan solo ke Italia, India, dan Bali (Indonesia) untuk mengatasi masalah yang ada pada dirinya. Di Italia dia bisa menikmati aneka masakan Italia yang enak-enak. Di India dia meningkatkan spiritualnya. Dan terakhir di Bali dia menemukan cintanya.


REFERENSI

Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson. 2010. Diakses dari  http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html pada tanggal 26 Juni 2011.

Tahapan Perkembangan Anak (Erikson, Freud Hingga Piaget). 2011. Diakses dari http://drhasto.blogspot.com/2011/04/tahapan-perkembangan-anak-erikson-freud.html pada tanggal 26 Juni 2011.

Selasa, 18 Januari 2011

The Learning of Psychology (Psikologi Belajar)

The Principles Of Reinforcement and Punishment
By Siti Fitriyah
22 Desember 2010
A.      Reinforcement
1.     Positive Reinforcement and Negative Reinforcement
*      Reinforcement positif, yaitu stimulus yang pemberiannya terhadap operant behavior menyebabkan perilaku itu akan diperkuat atau dipersering untuk dimunculkan.
*      Reinforcement negative, yaitu stimulus yang penghilangannya untuk stimulus-stimulus yang tidak menyenangkan (aversive stimulus) akan menyebabkan diperkuat atau diperseringnya perilaku.
2.     Primary Reinforcer and Secondary Reinfercer
*      Primary reinforcer (penguatan primer): sesuatu yang memuaskan dorongan utama, seperti makanan memuaskan rasa lapar atau air memuaskan rasa haus.
3.     Penguatan di Pengkondisian Klasikal
4.     Prinsip Premack
Premack mengembangkan konsepsi penguatan yang ampuh yang dapat diungkapkan dengan dua pernyataan:
1)      Untuk setiap organisme, suatu hirarki penguatan terjadi bila penguat yang berbeda pada puncak hirarki merupakan aktivitas yang dilakukan dengan kemungkinan yang tersebar mendapatkan kesempatan.
2)      Untuk organisme tertentu, setiap aktivitas di dalam hirarki mungkin mendapat penguatan (dibuat lebih mungkin) oleh setiap aktivitas di atasnya dan dengan sendirinya dapat menguatkan setiap aktivitas di bawahnya.
Pernyataan yang kedua ini adalah prinsip Premack. Prinsip ini mengemukakan teknik yang telah lama diterapkan oleh para orang tua yang menginginkan anaknya mengerjakan pekerjaannya sebelum pergi bermain dan bukan membiarkan anaknya bermain dulu asal dia setuju untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya kemudian (Atkinson, dkk, 2007).

B.      Jadwal Pemberian Reinfercement



 
                                            



*      Fix Interval Reinforcement Schedule (FI) => jadwal pemberian reinforcement yang tetap dihitung waktu. Misalnya: Dalamwpenelitian Skinner, setiap 5 menit makanan akan keluar (setelah diberi makanan, respon tikus santai. Selanjutnya lebih cepat dari 5 menit/mendekati 5 menit).
*      Fix Ratio Reinforcement Schedule (FR) => jadwal pemberian reinforcement yang tetap dihitung menurut beberapa kali respon. Misalnya: tiap 5 kali tikus memukul pedal, maka makanan akan otomatis keluar, setelah makanan keluar, maka tikus akan memukul sehingga diagram akan menanjak tajam.
*      Variable Interval Reinforcement Schedule (VI) => interval yang tidak tetap. Misalnya: waktunya tidak jelas/ tidak tetap. Terkadang makanan baru keluar setelah 5 menit, terkadang makanan bisa keluar setelah tiga menit. Sehingga respon jadi malas-malasan.
*      Variable Ratio Reinforcement Schedule (VR) => tidak jelas beberapa kali ketukan maka makanan akan keluar.

C.      Punishment
   Hukuman (punishment) adalah stimulus yang bilamana ditampilkan akan melemahkan kekuatan respon atau menurunkan frekuensi munculnya respon. Hukuman dibedakan atas tiga bentuk.
1.       Hukuman Positif
2.       Hukuman Negatif
3.       Hukuman Negatif vs Pemadaman


Perbandingan prosedur Hukuman
Konsekuensi yang mengikuti respon
Hukuman
Positif
Negatif
Hukuman  Diberikan                                           
Penguat dihilangkan
Penguat ditunda
Pengaruh dari konsekuensi
Melemahnya respon
Bila latihan dihentikan
Terjadi munculnya kembali respon yang memperoleh hukuman (kecuali bila diberikan tekanan)

DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita L, dkk. 2007. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://modifikasi-perilaku-psikologi.blogspot.com/2010/05/punishment-hukuman.html

Laporan Observasi Anak Autis

OBSERVASI PERILAKU PADA ANAK AUTIS
Oleh 
Ayu Tifani 
Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau 2010


I.      PERMASALAHAN
Kata-kata Autisme sudah tidak begitu asing lagi bila kita mendengarnya, di zaman sekarang pun anak-anak autisme sudah begitu mudah untuk kita jumpai.
Yang memperkenalkan kata Autisme adalah Leo Kanner awal tahun 1943. Suatu ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain,keterlambatan dalam behasa dan perilaku yang sering diulang ulang.
Kerena hal tersebut maka observer sangat tertarik untuk melakukan observasi mengenai perilaku pada anak autis.

II.    TUJUAN
Observasi ini bertujuan  untuk mengetahui perilaku apa saja yang muncul pada anak autis.

III.   DASAR TEORI
A.   Pengertian Autisme
Autisma atau Autisme berasal dari kata auto berarti sendiri. Penyandang autisma/Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisma/Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Hanjodo,dalam Pengertian Autis, 2010).
Kartono (Pengertian Autis, 2010) Autisma/Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunialuar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Kartono (Pengertian Autis, 2010) Autisma/Autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu menurut Faisal Yatim (Pengertian Autis, 2010),penyandang akan berbuat semaunya sendiri, baik secara berfikir maupun berperilaku.
Sarwindah (Pengertian Autis, 2010) Autisma/Autisme adalah gangguan yang parahpada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diguga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain.
Yuniar (Pengertian Autis, 2010) Autisma/Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, mempengaruhi perilaku dengan akibat kekurangan kemampuan komunikas, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ktrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Gangguan austisme sudah ada sejak berabad-abad lampau, tetapi istilah ini baru diperkenalkan oleh Leo Kanner pada 1943. Ia memberi nama autisme berasal dari kata auto yang artinya 'sendiri' (Pengertian Autis dan Terapi Penanganannya, 2010).
Baron-Cohen (1993) memberi definisi yang lebih akurat tentang autisme sebagai “suatu kondisi” anak sejak lahir atau saat masa balita yang menyebabkan anak tersebut tidak mampu membentuk hubungan sosial atau komunikasi normal, yang berakibat isolasi dari manusia lain, dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat obsesif (Pengertian Autis dan Terapi Penanganannya, 2010).
Sejauh ini, autisme tidak bisa didiagnosis langsung secara klinis sebab merujuk pada definisi Baron-Cohen, penyebabnya adalah “suatu kondisi,” dan bukan pada kelainan gen, campur tangan virus, maupun sejenisnya. Autisme hanya bisa dikenali dengan cara mengamati perilaku anak secara saksama (Pengertian Autis dan Terapi Penanganannya, 2010).

B.   Aspek – Aspek Autisme
Sekilas, penyandang autis memiliki perilaku menyerupai penderita keterbelakangan mental, gangguan pendengaran, atau berperilaku aneh. Namun, jika saksama diperhatikan, ada perbedaan yang mencolok pada penyandang autisme (Pengertian Autis dan Terapi Penanganannya, 2010).
Sebelum umur 24-30 bulan, umumnya, anak-anak autis berkembang sebagaimana layaknya anak-anak normal. Baru setelah itu muncul gejala-gejala perubahan, seperti berikut ini (Pengertian Autis dan Terapi Penanganannya, 2010).

  1. Hambatan dalam Berkomunikasi
1.    Anak mengalami keterlambatan bicara.
2.    Sering menggunakan kata-kata tetapi tidak tepat secara konteks dan tidak ada hubungannya dengan arti kata tersebut secara lazim.
3.    Menolak berbicara, atau berbicara sangat sedikit, misalnya ya atau tidak.
4.    Sering mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
5.    Menggunakan bahasa tubuh.
6.    Hanya mampu berkomunikasi dalam waktu singkat.
7.    Tidak menyukai stimuli pendengaran.
8.    Sering melakukan gerakan aneh untuk stimulasi diri sendiri, misalnya dengan memukul-mukul kepala, dada, dan lain-lain.

  1. Hambatan Sosial
1.    Anak lebih suka menyendiri.
2.    Bersikap dingin dan tidak memberi respon, misalnya tersenyum, tertawa, dan sebagainya.
3.    Tidak menaruh perhatian pada keadaan sekitar dan lingkungannya.
4.    Tidak tertarik dalam pertemanan dan relasi.
5.    Tidak menyukai bermain bersama anak lain.
6.    Tidak bereaksi terhadap isyarat.
7.    Menolak menatap mata lawan bicaranya.
8.    Bersosialisasi (berteman).

  1. Hambatan Penginderaan
1.    Sensitif terhadap stimuli panca indera, misalnya cahaya, suara, bau, dan rasa.
2.    Sulit memproses dan memberi reaksi pada indrawi.
3.    Mudah terganggu dengan situasi umum yang seharusnya normal, misalnya tangis bayi, mesin mobil, serangga, atau mesin printer.

  1. Hambatan Motorik
1.    Tidak bisa spontan dan refleks.
2.    Tidak memiliki imajinasi dalam bermain.
3.    Tidak bisa memerankan sesuatu atau terlibat dalam permainan yang bersifat pura-pura.

  1. Hambatan Perilaku
1.    Bisa sangat aktif atau sebaliknya.
2.    Sering marah dan kesal tanpa alasan yang jelas.
3.    Menaruh minat yang sangat tinggi dan obsesif terhadap suatu benda atau orang.
4.    Sulit mengubah rutinitas, dan menuntut “kesamaan” dalam kebiasaan mereka.
5.    Melakukan sesuatu yang diulang-ulang tanpa alasan yang jelas.

C.   Jenis-jenis Autisme
Ada beberapa tipe atau jenis autis seperti di bawah ini (Tipe – Tipe Autisme, 2010).
1.    Gangguan Autistik
Gejala ini sering diartikan orang saat mendengar kata autisme.
Penderitanya :
a)    masalah interaksi sosial
b)    Berkomunikasi
c)    Permainan imaginasi pada anak dibawah usia tiga tahun

2.    Sindrom asperger
Anak yang menderita sindrom asperger memiliki problem bahasa.
Penderitanya :
a)    Cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi.
b)    Kesulitan berinteraksi dan komunikasi.

3.    Gangguan Perkembangan Menurun (PDD)
Gejala ini disebut juga non tipikal autisme.
Penderitanya :
a)    Memiliki gejala-gejala autisme,namun berbeda dengan jenis autistik lainnya

4.    Sindrom Rett
Penderitanya :
a)    Anak perempuan
b)    Mulanya berkembang secara normal
c)    Mulai kehilangan komunikasi dan keterampilan sosial
d)    Dimulai pada usia 1 sampai 4 tahun
e)    Pengulangan tangan dan pergantian gerakan tangan

5.    Gangguan Disintegrasi Anak
Penderitanya :
a)    Anak tumbuh normal hingga tahun kedua
b)    Anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan komunikasi dan keterampilan sosialnya.

IV.          SUBJEK
Nama                 : AC
Usia                    : 8 tahun
Jenis Kelamin    : Perempuan

V.            SETTING
Lokasi                 : Area Bermain Kuantan Regensi
Hari, Tanggal     : 3 Desember 2010
Waktu                 : Pukul 09.30 – 10.15
Suasana             : Diarea bermain tedapat 7 anak autis, 5 pengasuh mereka,         
                            4 orang tua dari anak autis. Disana terdapat kolam yang
                            sangat luas dan difasilitasi dengan permainan seperti,
                            perosotan.

VI.          TERGET PERILAKU
Molar                  : Perilaku symptom autisme AC
Molekular           : Pandangan mata,ekspresi wajah,cara bicara,semua
                             Aktivitas yang dilakukan.

VII.         METODE OBSERVASI
Metode yang digunakan dalam proses pengamatan adalah metode observasi partisipan. Dalam metode ini, observer ikut langsung terlibat dalam aktivitas yang subjek diobservasinya.

VIII.        METODE PENCATATAN
Metode yang digunakan dalam proses pencatatan adalah metode narasi deskriptif (anecdotal record). Metode ini dipdlih karena observer dapat mencatat segala perilaku subjek yang muncul secara lengkap. Pencatatan dilakukan selama 45 menit mulai dari jam 09.30 sampai jam 10.15.

IX.          HASIL PENGAMATAN
Saat datang ditempat berenang (Kuantan Regensi) subjek berdiri sambil memegang tangannya dan menggerak-gerakkan bola matanya kekiri dan kekanan. Langsung membuka pakaian yang dikenakannya. Setelah itu ibu subjek berteriak “ anakku.. aduh.. “ dan langsung cepat-cepat memakaikan baju renang subjek. Setelah memakai baju renang subjek hanya berdiri, memegang tangannya, dan menggerak-gerakkan bola matanya kekiri dan kekenan. Sebelum berenang subjek mengikuti senam bersama teman-teman yang lain dengan arahan pengasuh. Saat pengasuh memerintahkan tangan keatas, subjek mengangkat tangannya keatas. Lalu menekukkan tangannya hingga telapak tangannya dibelakang kepala, memutar-mutarkan pergelangan kakinya, mengangkat kakinya hingga lututnya setara dengab rata-rata air.
Saat berenang subjek dipegangi oleh pengasuh, subjek berenang memegangi tangan pengasuh tapi pengasuh melepaskan tangan subjek. Subjek memakai pelampung tangan saat berenag. Saat pengasuh ingin melepaskan tangan subjek, subjek merapatkan giginya,kening berkerut sesekali berteriak. Saat pengasuh mengajak kearah permainan prosotan yang rendah, subjek berteriak. Pengasuh kembali membawa berenang bergabung dengan teman-teman subjek. Saat seorang pengasuh membawa subjek kearah permainan prosotan yang agak tinggi subjek memegangi tangan pengasuh tersebut dan meluncur bersama pengasuh. Subjek berada didepan pengasuh dengan memegang tangan pengasuh dan mengangkat kakinya dan agak dibuka lebar.
Setelah itu subjek berenang sendirian dan pengasuh membawanya ke tepi kolam. Setelah itu subjek melihat observer dengan bibirnya yang tersenyum. Subjek memegang pelampung tangannya dengan menggerak-gerakkan bibirnya dan bersuara “ Bum.. bi.. ah.. “. Setelah itu subjek berdiri dekat tangga dengan merentangkan tangan setengah ditekuk kedepan jari-jarinya digerakkan dan bersuara “ Huu… huu.. hii.. ahh“. Lalu subjek berenang agak ketengah dan hanya diam disana dengan membuka mulut, melihat keatas langit. Subjek menepuk-tepukan tangannya keair dan bersuara “ Uuhh…. Ahh..”. dan setelah itu subjek memasukan air kemulutnya lalu mengeluarkan kembali. Saat pengasuh membawa ketengah kolam subjek membuka mulut,mengerutkan dahi dan berteriak “ Nyaa…”.
Setelah itu observer bertanya pada subjek siapa namanya, subjek merapatkan gigi dan mengerutkan dahi dan bersuara “ Ahh.. nyaa.. AC”. Dan observer bertanya berapa umur subjek, subjek menjawab dengan tetap merapatkan giginya dan mengerutkan dahinya dengan menjawab “ Nyaaa… ahh..”. dan saat observer meminta untuk disalam, subjek menyalam observer.

X.            INTERPRETASI HASIL PENGAMATAN
Subjek sepertinya sering berekspresi dengan wajah yang datar dan sesekali subjek mengerakkan tangannya seperti sedang geram. Subjek sepertinya sudah dapat mengikuti perintah dari pengasuh dan orang tuanya. Tapi subjek sering juga mengabaikan perintah-perintah yang diperintahkan kepada subjek. Apabila subjek tidak suka dengan apa yang diperintahkan pengasuh subjek sering kali merapatkan giginya dengan dahi berkerut seperti ingin menangis. Dan juga sering berteriak “ahh..nyaa..huu”.
Subjek lebih sering main sendiri dengan berdiri, lalu menggerak-gerakkan tangannya seperti orang geram, lalu melihat kesekelilingnya seperti sedang mencari sesuatu. Sepertinya subjek sedikit risih dengan orang baru awalnya karena saat saya bertanya subjek merapatkan giginya dengan mengerutkan dahinya seperti orang ingin menangis dan dapat menjawab pertanyaan yang observer berikan walau diikuti dengan kata-kata yang aneh, dan subjek dapat melakukan perintah yang disuruh observer kepadanya. Observer beberapa kali memanggil nama subjek tapi subjek tidak seperti mendengarnya. Sebjek sering kali bersuara “ aahhh… nyaaa.. huu…” dan mengerak gerakkan tanganya.

XI.          KESIMPULAN
Dari hasil observasi ini dapat disimpulkan bahwa perilaku subjek menunjukkan cirri-ciri anak autis yaitu tidak ada interaksi sosial, komunikasi yang tidak begitu bagus,  sesekali tidak memberikan respons, mengatakan kata-kata yang aneh atau tidak jelas artinya dan perilaku yang diulang-ulang.
Penyebab autisme belum dapat diketahui dengan pasti. Sebagai ilmuan berpendapat autisme terjadi karena factor genetika. Tetapi, mengetahui penyebab pasti dari autisme memang sulit karena otak manusia sangat rumit.
Otak berisi lebih dari 100 miliar sel saraf yang disebut neuron. Setiap neuron dapat memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel saraf lain di otak dan tubuh.

Dengan adanya sambungan-sambungan dan zat-zat kimia pembawa pesan (neurotransmitter) itulah kita dapat: melihat, bergerak, mengingat, dan bekerja sama seperti seharusnya.
Kerena beberapa alasan, beberapa sel dan sambungan di otak anak dengen autisme, terutama pada wilayah yang mengatur: komunikasi, emosi dan indrawi-tidak berkembang dengan baik atau bahkan rusak.



DAFTAR PUSTAKA



Pengertian Autis. 2010. Diakses dari http://rennyapril.blogspot. com/2010/03/pengertian-autis.html pada tanggal 6 Desember 2010.

Pengertian Autis dan Penanganannya. 2010. Diakses dari http://www.anneahira.com/pengertian-autis.htm pada tanggal 6 Desember 2010.

Tipe – Tipe Autis. 2010. Diakses dari http://dhieotongcantona.blogspot. com/20/10/03/tipe-tipe-autis.html pada tanggal 6 Desember 2010.