Psikologi "Fitria Zha"


Minggu, 03 Juli 2011

ANALISI FILM “EAT PRAY LOVE”

A.      SINOPSIS FILM
Memasuki usia tiga puluh tahun Gibert telah mendapatkan semua yang diinginkan oleh seorang wanita Amerika modern. Selain seorang suami dan sebuah rumah, Gilbert yang ambisius dan terpelajar juga punya karier yang cemerlang.
Namun, bukannya bahagia, dia justru menjadi panik, sedih, dan bimbang menghadapi kehidupan. Gilbert merasakan pedihnya perceraian, depresi, kegagalan cinta dan kehilangan pegangan dalam hidupnya.
Untuk memulihkan dirinya, Gilbert pun mengambil langkah yang cukup ekstrem. Dia meninggalkan pekerjaan dan orang-orang yang dikasihinya untuk melakukan petualangan seorang diri berkeliling dunia.
Bagi seorang perempuan yang berpenampilan menarik, perjalanan solo ini jelas petualangan seru. Makan, doa, dan cinta adalah catatan kejadian di bulan-bulan pencarian jati dirinya itu.
Dalam petualangannya itu, Gilbert menetapkan tujuan ke tiga tempat berbeda. Di setiap negara, ia meneliti aspek kehidupan dengan latar budayanya masing-masing.
Italia menjadi tempat tujuan pertamanya. Di negeri nan elok ini, Gilbert mempelajari seni menikmati hidup dan bahasa Italia. Tak lupa, ia juga mengumbar nafsu makannya dengan menyantap aneka masakan Italia yang enak-enak. Wajar saja jika kemudian bobot tubuhnya pun bertambah 12 kilogram.
Dari Italia, Gilbert bertolak menuju India. Di negeri ini dia mempelajari seni devosi atau penyerahan diri di sebuah Ashram atau padepokan Hindu. Ia menghabiskan waktu empat bulan untuk mengeksplorasi sisi spiritualnya.
Akhirnya, Bali menjadi tujuan terakhirnya. Di Pulau Dewata inilah wanita matang ini menemukan tujuan hidupnya, yakni kehidupan yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan ketenangan batin. Ia menjadi murid seorang dukun tua bernama Ketut Liyer yang juga seorang pelukis dan peramal lewat bacaan garis tangan. Gilbert juga bersahabat dengan Nyoman, penjual jamu tradisional Bali. Dan yang terpenting, di Bali, Gilbert yang sudah apatis dan merasa tak akan pernah lagi bisa berhubungan romantis dengan lelaki manapun, akhirnya malah menemukan kembali cinta sejati pada diri Felipe, pria separuh baya asal Brasil yang jauh lebih tua darinya.


B.      TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIK H. ERIKSON
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Erikson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.

Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
·          Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan
·          Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
·          Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.
·          Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.

Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
·          Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun
·          Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
·          Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
·          Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
·          Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
·          Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
·          Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
·          Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
·          Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
·          Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.

Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
·          Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.
·          Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.
·          Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
·          Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.
·          Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
·          Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
·          Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
·          Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.

Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
·          Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun
·          Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
·          Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
·          Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.
·          Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
·          Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
·          Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
·          Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.

Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
·          Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
·          Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
·          Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
·          Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
·          Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
·          Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.

Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
·          Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
·          Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
·          Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
·          Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.

Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
·          Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
·          Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
·          Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
·          Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
·          Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.
·          Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
·           
C.      ANALISIS FILM
Dalam film Eat Pray Love Gilbert mengalami krisis identitas dalam usianya yang  memasuki 30 tahun. Gilbert, meskipun sudah memiliki segalanya, mulai dari suami, rumah, dan karier yang cemerlang namun  bukannya bahagia, dia justru menjadi panik, sedih, dan bimbang menghadapi kehidupan sampai ia bercerai dengan suaminya. Gilbert merasakan pedihnya perceraian, depresi, kegagalan cinta dan kehilangan pegangan dalam hidupnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam teori perkembangan psikososial Erikson bahwa usia 20-30 adalah tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang. Gilbert merupakan salah satu dari orang yang mengalami kegagalan dalam tahapan ini. Gilbert mengalami krisis dengan identitas personalnya yang membuat dia merasa sedih dan tidak bahagia. Oleh karena itu, Gilbert pergi melakukan perjalanan solo ke Italia, India, dan Bali (Indonesia) untuk mengatasi masalah yang ada pada dirinya. Di Italia dia bisa menikmati aneka masakan Italia yang enak-enak. Di India dia meningkatkan spiritualnya. Dan terakhir di Bali dia menemukan cintanya.


REFERENSI

Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson. 2010. Diakses dari  http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html pada tanggal 26 Juni 2011.

Tahapan Perkembangan Anak (Erikson, Freud Hingga Piaget). 2011. Diakses dari http://drhasto.blogspot.com/2011/04/tahapan-perkembangan-anak-erikson-freud.html pada tanggal 26 Juni 2011.