Psikologi "Fitria Zha"


Selasa, 18 Januari 2011

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

TUGAS KELOMPOK

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus



OLEH :

Siti Fitriyah                           : 088110047
Niken Lovani Syuhada        : 088110046



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS  ISLAM  RIAU
PEKANBARU
2010



BAB I
PENDAHULUAN


Dalam buku yang menarik yang ditulis oleh tiga guru besar  neurologi anak Belanda AP Aldenkamp, WO Reiner dan LME Smit (2003) dengan judul: Neurologische aspecten van on twikkelings problemen bij kinderen (Berbagai aspek neurologi dalam masalah tumbuh kembang anak-anak), dijelaskan bahwa sejarah pengetahuan tentang anak-anak yang mempunyai perilaku gangguan perhatian dan hiperaktivitas telah dimulai pada tahun 1902. Saat itu dilaporkan bahwa anak-anak yang saat baru lahir mengalami infeksi atau radang otak, ternyata saat di usia 4-5 tahun, banyak diantaranya yang mengalami hiperaktivitas yang mana kemudian menjadi pembahasan utama dalam laporan tersebut.  Di tahun 1947, gejala ini kemudian diberi nama minimal brain damage (MBD) oleh Strauss dan Lechtinen. Minimal brain damage disebabkan karena berbagai gangguan seperti radang otak, juga dapat disebabkan karena kekurangan oksigen pada bayi yang terjadi karena adanya komplikasi saat dilahirkan. Tapi untuk membuktikan bahwa di otak memang terjadi kerusakan (damage) akan sangat sulit sekali, karena saat itu teknologi penciteraan otak belum maju, orang hanya menggunakan riwayat berbagai kejadian yang memungkinkan terjadinya kerusakan tersebut. Karena begitu sulitnya untuk membuktikannya yang akhirnya memunculkan banyak debat, maka damage diganti dengan dysfunction menjadi minimal brain dysfunction. Gejala pada motorik yang sangat aktif tak pernah berhenti itu kemudian oleh Bradley diberi istilah sebagai hyperkinetic syndrome. Sampai sejauh itu, penyebab yang jelas di dalam otak, para ahli juga masih belum bisa mengerti, sebab tidak ada yang dapat membuktikan. Namun saat DSM II tahun 1968 diluncurkan, gejala ini secara definitif sudah dimasukkan ke dalam kriteria dengan latar belakang gangguan fungsi otak, sekalipun belum ada yang dapat membuktikannya. Gejala ini masuk dalam DSM II pada kriteria hyperkinetic disorder of childhood. Saat tahun 1980, istilahnya diganti lagi menjadi attention deficit disorder. Akhirnya dalam DSM III Revised dan DSM IV, dijadikan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) yang gejalanya dapat dilihat seperti yang kutuliskan di atas, kriteria ADHD menurut DSM IV.
Aldenkamp dkk. sendiri dalam pembahasannya mengemukakan, bahwa dalam kehidupan sehari-hari anak-anak penyandang ADD/ADHD mempunyai gejala perilaku yang berbeda dari anak satu ke anak lainnya. Namun gangguan primer yang terjadi pada semua penyandang menurutnya adalah terjadinya gangguan sistem inhibisi (sistem rem) yaitu berupa gangguan untuk membedakan mana rangsangan yang baik atau relevan dan memang diperlukan, dengan rangsangan yang tidak diperlukan. Artinya bahwa anak-anak ini tidak bisa melakukan seleksi terhadap rangsangan yang masuk. Misalnya ia berada di tengah keramaian dan sedang diajak bicara, maka ia tidak bisa menyeleksi suara mana yang perlu ia tangkap, dan mana yang yang menjadi latar belakang dan tak perlu didengarkan. Dalam hal ini yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana ketidak mampuannya untuk melakukan seleksi rangsangan. Bukan upayanya untuk meningkatkan perhatian atau alert-nya yang memang ditingkatkan. Karena ia berada di bawah tekanan untuk selalu waspada dan mengingkatkan perhatian itu, maka akan memunculkan kondisi stress yang memngkinkan munculnya gejala gangguan perhatian (attention disorder). Dalam tradisi Belanda, gejala ini disebut sebagai inhibitie-swaktesyndrom (syndrom inhibisi lemah) yang hingga saat ini masih dianggap sebagai symptom utama yang masih cukup relevan untuk menjelaskan gangguan ini.
Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium atau alat kedokteran, sekalipun wawancara terhadap orang tua merupakan hal penting. Selain itu, diperlukan laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar, dan kurangnya prestasi akademis oleh gurunya.



BAB II
GANGGUAN ADD/ADHD

A.   Definisi AAD/ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan inattention (gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi),  impulsif (berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibatnya), dan hiperaktif yang tidak sesuai dengan umurnya. Keadaan ini dijumpai pada 4-12% di antara anak sekolah dan sering ditemukan pada laki-laki.
Gejala ADHD harus terlihat di berbagai tempat yang berbeda, misalnya di rumah, di sekolah, di tempat rekreasi, dan lainnya. Gejala ADHD biasanya sedemikian beratnya sehingga tidak dapat ditoleransi oleh orang tua, guru, dan temannya. Akibat perilakunya yang agresif, impulsif, dan tidak mengikuti peraturan, sering kali mereka dijauhi oleh teman-temannya. Kondisi ini membuat mereka kehilangan rasa percaya diri, menarik diri, dan depresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30-80% kasus ADHD menetap pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan kepribadian anti-sosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan NAPZA. Orang dewasa dengan ADHD sering bertengkar dengan pimpinannya, sering pindah pekerjaan, dan dalam melaksanakan tugasnya seringkali terlihat tidak tekun.

B.   Pembagian Subtype AAD/ADHD
Dalam hal ini, maka pembagian subtype ADD/ADHD di Belanda dibedakan dalam perbedaan gangguan fungsi:
1.    Attention Disorder
Munculnya gejala ini akibat dari adanya gangguan pada peningkatan kepekaan terhadap berbagai faktor yang mengintervensi (faktor yang dapat menarik perhatiannya), yang mana gangguan itu menyebabkan gagalnya menyeleksi perhatian. Dengan kata lain bahwa ia tidak mampu membedakan mana faktor yang bisa diterima sebagai aspek yang perlu mendapatkan perhatian, dan mana yang tidak. Namun ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian kita, yaitu:
·           Seringkali gangguan perhatian dapat berubah-ubah tergantung situasi dan tempatnya, misalnya saja gangguan perhatian bisa terjadi di sekolah, tetapi di rumah tidak. Dan adanya perbedaan antara di rumah dan di sekolah itu artinya disini bahwa anak tersebut tidak bisa diberi diagnosa ADD/ADHD.
·           Seringkali terjadi juga, apabila sepanjang hari anak terlalu lelah, merasa tertekan, maka ia akan kesulitan melakukan fungsi perhatian dan ke-alert-annya yang menyebabkan terjadinya adanya episode yang disebut "day dreaming episodes" , atau bengong. Seringkali episode ini seperti episode serangan epilepsi, seolah ia tengah "melayang" atau lepas dari dunia sekelilingnya. Para orang tua melihatnya seolah ia tengah sangat berkonsentrasi. Karena itu untuk hal seperti ini diperlukan anamnesa yang mendalam.

2.    Bentuk perilaku yang tidak teratur dan gangguan fungsieksekutif
 (Dalam hal ini Aldenkamp dkk menjelaskan berupa gangguan fungsi perencanaan yang disebutnya sebagai planning disorder) Bentuk perilaku ini dikenal dengan gejala terjadinya peningkatan impulsivitas. Pada dasarnya impulsivitas adalah perilaku gangguan inhibisi, sebagaimana juga pada attention deficit atau kurangnya perhatian (terutama merosotnya kemampuan melakukan seleksi perhatian), maka gangguan ini akan berlanjut kepada gangguan kognitif. Masalah impulsivitas juga akan berakibat pada komplikasi terhadap masalah psikis dan komplikasi sosial yang seringkali pada akhirnya menyebabkan isolasi sosial terhadap anak tersebut. Diagnosa pembanding sangat penting artinya dengan conduct disorder yang mempunyai aspek lebih ke arah anti sosial dan acting out.

3.    Motoric Hyperactivity
Bentuk ini muncul terutama dalam bentuk motorik yang tak pernah tenang, yang juga muncul sebagai akibat gangguan inhibisi. Seringkali bentuk ini sulit dilihat karena hanya mengenai motorik halus dan untuk melihatnya memerlukan metoda pemeriksaan yang tajam. Pemikiran populer agar anak menjadi lebih tenang, seringkali orang mengatakan "biarkan ia mengeluarkan enerjinya" misalnya berlari-lari mengitari lapangan. Sebetulnya cara ini tidak pernah ada buktinya bahwa ia akan menjadi lebih tenang. Beberapa penelitian justru menunjukkan hiperaktifitasnya akan terlihat lebih parah.

4.    ADHD dengan gangguan lain yang secara langsung muncul bersama-sama.
Gangguan lain yang sering menyertai ADHD adalah gangguan kognitif, hal ini disebabkan karena adanya gangguan kemampuan pandang ruang (dimensi) sebagai akibat dari ketidak mampuan melakukan inhibisi yang akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan melihat sesuatu secara detil. Disamping itu adanya plannings disorder akan menyebabkan jumping to conclusion yang pada akhirnya kemampuan berpikir gestalt juga mengalami gangguan. Gangguan lain yang juga sering menyertainya adalah gangguan tidur (sleep disorder), yang bisa dimungkinkan oleh gangguan inhibisi pada tingkatan yang mengatur tidur.

5.    Komorbiditas disorder yang tidak langsung bersama-sama dengan ADHD namun sering muncul, yaitu stemming disorder (terdapat pada semua subtype), rasa takut, Opposition Deviant Disorder (ODD), dan juga terutama Conduct Disorder (CD).
Menurut pandangan Aldenkamp dkk, membagi ADD/ADHD dalam beberapa subtype merupakan hal yang sangat penting. Sebab ADD/ADHD adalah suatu bentuk gangguan yang multidimensional - atau dengan kata lain tidak homogen. Artinya bahwa anak yang hanya menyandang ADHD saja sebetulnya tidak ada. Lagipula dalam prakteknya, klasifikasi DSM IV tidak akan menolong para dokter, bahwa DSM IV ini dapat digunakan untuk mencapai tujuan akhir dalam rangka menegakkan diagnosa final. Karena itu sangat diperlukan untuk melihat dan menentukan seberapa besar keparahan berbagai gejala yang disandang seorang anak, hal ini juga untuk menentukan seberapa besar prognosanya. Banyak diantara anak-anak yang masa kecilnya menunjukkan gejala ADHD namun terjadi perkembangan normal saat menjelang remaja, yang artinya disini terjadi adanya perlambatan kematangan perkembangan pada anak tersebut. Namun sebagian lagi pada anak-anak lain, berbagai gejala yang ada akan menetap hingga ia dewasa. Maksud melihat semua ini, gunanya adalah untuk menetukan bagaimana bentuk bimbingannya. Karena itu untuk menentukan bentuk bimbingan dan prognosanya, ada beberapa type/pengelompokan yang biasa digunakan oleh kelompok neurolog dan psikiater anak di Belanda, seperti di bawah ini:
1.    Tipe 1 : ADHD yang diikuti dengan berbagai gejala masalah kematangan (keterlambatan perkembangan psikomotor, keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara, dsb), dengan tingkat gejala yang ringan. Tipe ini merupakan tipe yang paling menguntungkan atau tipe yang paling baik prognosonya. Masalah yang paling utama nampak adalah adanya masalah (gangguan) perhatian, sedang hiperaktivitas/impulsivitasnya tidak terlalu nampak atau setidaknya dalam bentuk yang ringan. Normalisasi perkembangan akan terjadi di saat awal masa remaja. Masalah kekurangan perhatiannya (attention deficit) akan membaik dengan sangat cepat, sebab masalah itu hanya disebabkan karena perkembangan kematangan yang terlambat. Subtipe ini dalam DSM sebelumnya masuk ke dalam klasifikasi ADD (Attention Deficit Disorder). Dalam riwayatnya tidak pernah ditemukan adanya gangguan fungsi otak, atau pun menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak risiko.

2.    Tipe 2: ADHD dimana gangguan yang paling menonjol adalah hiperaktivitas dan impulsivitas. Bentuk ini disebut murni ADHD. Gejalanya lebih parah daripada tipe 1, dan tidak ada komorbiditas yang menyertainya. Seringkali bentuk ini juga ditemui di dalam keluarganya.

3.    Tipe 3: dengan gejala-gejala yang parah, yaitu gangguan perhatian juga hiperaktivitas dengan komorbiditas pada bentuk gangguan fungsi kognitif (misalnya gangguan fungsi perencanaan, gangguan memori, dan gangguan pandang ruang, di sekolah masalah yang menonjol adalah kesulitan dalam pelajaran berhitung). Gangguan lain yang paling sering menyertainya adalah gangguan tidur (sleeping disorder) yang bentuknya justru sering tertidur dan tidur terus sulit bangun. Selain diikuti dengan gangguan stemming dan rasa takut.

4.    Tipe 4: ADHD dengan conduct disorders (gangguan perilaku yang sangat parah dalam bentuk agresivitas, perilaku bermasalah dan antisosial) yang juga diikuti dengan bentuk perilaku oposan (opositional deviant disorder). Gejala utamanya dalam bentuk impulsivitas dan hiperexcitibilitas yang tinggi. Etiologinya jelas, adanya trauma otak, terutama karena masalah kesulitan yang parah saat dilahirkan. Prognosanya kurang baik, terutama saat dewasanya anak-anak ini sering mengalami ketergantungan pada obat-obatan. Memburuknya faktor kognitif dikarenakan terganggunya fungsi perencanaan, dan hal ini menjadi ciri utamanya. Bentuk ini jumlahnya sekitar 15 persen dari semua jumlah penyandang ADHD.
Dengan cara membagi demikian, maka para dokter diharapkan dapat menetapkan bentuk rencana terapi yang harus diberikan, terutama untuk tipe 4 yang mempunyai prognosa kurang baik. Sedang dua tipe lainnya, yaitu tipe 2 dan 3 menurut Aldenkamp dkk, merupakan kelompok yang mempunyai masalah lebih kepada masalah pendidikan dan perilaku.
 
C.   Assessment AAD/ADHD
Ada 6 prinsip komponen assessment ADHD, yaitu :
1.    Information gathering
2.    Interview with child and parents/ carers
3.    Observation
4.    Physical examination to exclude other medical causes for the symptoms
5.    Consideration of co-morbid disorders and associated functional difficulties
6.    Information sharing and psycho-education
The European Clinical Guidelines for Hyperkinetic Disorder (Pedoman Klinis Eropa untuk Hyperkinetic Disorder) - upgrade pertama (Taylor et al, 2004) merekomendasikan bahwa anak-anak yang diduga menderita ADHD yang pertama dinilai dalam perawatan utama sebelum arahan pada pengaturan untuk penilaian spesialis dalam pengaturan CAMHS atau perkembangan anak. Disarankan bahwa perilaku standar checklist diisi oleh orang tua didukung oleh laporan dari para guru sangat membantu dalam membedakan gejala ADHD penyajian dari orang-orang dari tidur atau melakukan gangguan. Hal ini juga direkomendasikan bahwa arahan sebelum ke sektor sekunder, anak harus menjalani pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan pendengaran dan epilepsi yang harus dipertimbangkan. Institut Nasional untuk Kesehatan dan Keunggulan pedoman diagnosis klinis dan pengelolaan ADHD pada anak, orang muda dan orang dewasa (2008, p17 www.nice.org.uk/CG072). Menyatakan bahwa anak-anak dan kaum muda dengan masalah perilaku sugestif dari ADHD dapat disebut oleh sekolah mereka atau perawatan primer / dokter untuk program parent-training/education tanpa diagnosis formal ADHD. Namun jika perilaku anak / gejala ADHD yang terkait dengan kerusakan parah, rujukan untuk perawatan sekunder untuk penilaian harus dilakukan tanpa penundaan.

D.   Kriteria Diagnostik AAD/ADHD
Tanda-tanda adanya gangguan ADHD sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak anak masa pra sekolah. Kurangnya atensi, hiperaktif dan kompulsif merupakan tanda-tanda yang langsung dapat ditangkap adanya gangguan pada anak, misalnya saja anak tidak suka atau kehilangan minat untuk bermain, berlari kesana-kemari dan tidak dapat mengontrol keinginannya untuk menyentuh benda-benda disekitarnya. Bila orangtua menangkap gejala tersebut seharusnya segeralah membawa anaknya ke dokter anak atau psikolog. Penangan secara dini akan memberikan kontribusi perilaku yang lebih baik ketika anak memasuki tahap perkembangan selanjutnya.
Gangguan hiperaktif-kompulsif mungkin secara langsung bisa terlihat pada perilaku anak, namun tidak pada tipe gangguan atensi, anak terlihat dapat bekerjasama dengan orang sekitarnya, sehingga tipe ini kadang terabaikan secara kasat mata.
Untuk mendiagnosa secara tepat, tenaga profesional biasanya akan mengumpulkan data-data secara lengkap untuk memutuskan diagnosis apakah anak tersebut mengidap gangguan ADHD atau tidak, data tersebut berupa;
1.    Latar belakang keluarga anak
2.    Kemungkinan gangguan pendengaran
3.    Ketidakmampuan belajar
4.    Kecemasan dan depresi
5.    Pengaruh obat-obatan sebelumnya yang memungkinkan terjadinya gangguan otak
6.    Kondisi fisik seperti kondisi lobus frontal
7.    Test psikologi (adaptasi sosial, kesehatan mental, test intelligensi, dan test prestasi)
8.    Situasi-situasi pencetus stress pada anak
Beberapa test lainnya dapat diberikan oleh terapis berupa tes kemampuan membaca, pemecahan matematika, atau beberapa papan permainan. Tenaga profesional kadang juga perlu melakukan obervasi secara langsung dalam kehidupan sang anak. Bila ditemukan adanya gangguan ADHD secara pasti, tenaga ahli akan membicarakan masalah ini kepada gurunya di sekolah, guru juga akan dilibatkan dalam mendiagnosa gangguan tersebut, biasanya guru akan diberikan sebuah form evaluasi (behavior rating scales) perilaku anak untuk diisi oleh guru yang bersangkutan.

SIMTOM
Gejala diagnosa bila 6 gejala atau lebih menetap minimal selama 6 bulan atau lebih yang berpengaruh pada tingkat perkembangan mental;
1)    Gejala gangguan tipe atensi
a)    Sulit berkonsentrasi, mengorganisir tugas, atau mempersiapkan peralatan untuk tugas
b)    Mudah terpengaruh atau kehilangan konsentrasi bila ada faktor gangguan atau suara
c)    Tidak mampu berkonsentrasi pada hal-hal detil atau mengikuti instruksi
d)    Sering membuat kesalahan pada tugas disekolah atau aktivitas tertentu
e)    Gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas penting di sekolah
f)     Mudah lupa
g)    Seperti tidak menyimak pembicaraan, terlihat lesu atau kurang bergairah dan sering melamun

2)    Gejala gangguan tipe hiperaktif-kompulsif
a)    Selalu terlihat aktif, ingin melakukan sesuatu
b)    Gelisah, selalu melipat tangan atau kakinya ketika duduk
c)    Tidak bisa diam, selalu ingin bergerak
d)    Pada anak relatif kecil suka berlari, melompat dan memanjat secara konstan
e)    Berbicara setiap waktu
f)     Langsung menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan
g)    Tidak sabar dalam menunggu giliran
h)    Suka menyeletuk pembicaraan orang lain

3)    Tipe kombinasi antara gangguan atensi dan hiperaktif-kompulsif
Setiap anak yang diduga mengidap gangguan ADHD haruslah hati-hati dalam kesimpulan diagnosa, karena simtom yang ada bisa saja menyerupai seperti gangguan ADHD akan tetapi sebenarnya anak tersebut bisa saja dalam kondisi medis tertentu, atau dalam situasi stress yang dapat mempengaruhi perilakunya menyerupai gangguan ADHD. Oleh sebab itu kondisi tersebut haruslah didiagnosa oleh tenaga profesional yang sudah berpengalaman dibidangnya.
Dalam melakukan diagnosa, tenaga profesional (bahkan terlibat beberapa bidang ahli di dalamnya seperti; psikiater, psikolog, dokter anak, neurologis, tenaga sosial) akan melakukan assessment secara klinis dengan melihat akademik dan situasi sosial anak, fungsi emosi dan kemampuan dalam perkembangan.

E.    Treatment AAD/ADHD
Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf, psikolog, pendidik, dan pekerja sosial. Penanganan ADHD memerlukan evaluasi jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan.
Studi yang begitu lama membuktikan bahwa kombinasi antara obat-obatan dan psikoterapi (behavioral therapy) dan manajemen medikasi yang tepat, terapi yang intensif dan komunitas treatment yang rutin telah menolong anak-anak dengan gangguan ADHD menjadi lebih baik. Menurunnya intensitas kecemasan, membaiknya penampilan di sekolah, meningkatnya kualitas hubungan antara orangtua-anak, meningkatkan kemampuan sosial merupakan keuntungan pemberian treatment secara dini, tentunya dengan medikasi yang rendah dosis.
Kadang beberapa anak menunjukkan efek buruk dari medikasi, oleh karenanya perlunya pengawasan ketat dalam pemberian obat-obatan, apalgi bila anak tersebut disertai dengan gangguan kecemasan dan depresi. Haruslah berhati-hati dalam memberi obat-obatan medis.

1)    Medikasi
Jenis obat simultan berguna menurunkan gejala hiperaktif dan kompulsif, beberapa anak juga dilaporkan meningkatnya konsentrasi, pekerjaan dan belajar. Selain itu obat jenis simultan juga meningkatkan koordinasi tubuh sehingga anak tidak menemui kesulitan dalam melakukan pekerjaan tangan atau berolahraga.
Jenis simultan dianggap paling baik, dalam dosis yang rendah tidak akan membuat anak seperti “fly”. Selama pemberian obat dalam dosis rendah dan terkontrol jenis simultan ini dianggap tidak menimbulkan adiktif. Dalam treatmen juga diusahakan manajemen pemberian obat-obatan, misalnya seminggu sekali atau pada waktu siang hari.
Jika dalam seminggu tidak memberi pengaruh meningkatkan performance, dokter akan meningkatkan dosis, jika tidak juga memberi pengaruh maka dokter akan mengganti dengan obat jenis lainnya.
Obat yang digunakan untuk gangguan ADHD pada anak-anak
Nama Obat
Nama Generik
Peruntuk
Adderall
Adderall XR
amphetamine
3 > Tahun
Concerta
methylphenidate
6 > tahun
Cylert
pemoline
6 > tahun
Daytrana
methylphenidate
6 > tahun
Dexedrine
Dextrostat
dextroamphetamine
3 > Tahun
Focalin
dexmethylphenidate
6 > tahun
Metadate ER
Metadate CD
methylphenidate
6 > tahun
Ritalin
methylphenidate
6 > tahun
Strattera
atomextine
6 > tahun
Vyvanse
lisdexamfetamine
6 > tahun
lw ADHD Pada Anak anak Cylert mempunyai pengaruh buruk terhadap fungsi ginjal, oleh karenanya obat ini tidak diberikan pada awal-awal terapi

2)    Psikoterapi
a.    Behavior therapy
Terapi ini berguna untuk meningkatkan kemampuan pada anak, pada terapi ini orangtua terlibat langsung dalam terapi, misalnya memberikan penghargaan terhadap perilaku yang positif yang ditujukkan oleh anak. Ketika anak mulai kehilangan kontrol, orangtua mengambil time out, dan menyuruh anak untuk diam di kursinya sampai ia menjadi tenang. Tujuan dalam terapi ini juga mengajarkan anak untuk mengenal muatan-muatan emosinya. Terapi juga mengajarkan orangtua teknik-teknik bersenang-senang dengan anak ADHD tanpa harus merasa tertekan.

b.    Social skills training
Dalam pelatihan ini anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan dirinya bersama dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga anak diajarkan kecakapan bahasa nonverbal melalui insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi suara sehingga anak cepat tanggap dalam pelbagai situasi sosial. Disamping itu anak juga diajarkan untuk belajar mengendalikan impuls misalnya dilatih untuk menunggu giliran bermain, berbagi mainan dengan temannya, Pelatihan ini juga diharapkan anak dapat mengontrol perilaku amarah yang tidak terkendali.

c.    Family support groups
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan ADHD untuk berbagi pengalaman. Kelompok ini juga saling menyediakan informasi bagi sesama anggotanya, mengundang pembicara profesional untuk berbagi pengetahuan dalam menghadapi dan membesarkan anak-anak mereka.
 

DAFTAR PUSTAKA
 
http://www.adhdtraining.co.uk/assessment.php
http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=0&id=4456
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramediamajalah.com/msg04290.html   
http://www.pikirdong.org/psikologi/psi60adhd-an.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar